Handicraft Center kok judulnya 'Pondok Dahar Lauk Jogja'? Mmmm... nama memang tidak perlu literally nyambung, kan? Bisa karena kami memang berasal dari Jogja, bisa juga karena memang pusat hobi kami ini dirintis dari rumah makan mungil kami, Pondok Dahar Lauk Jogja (back to 2011)...
However, pusat hobi kami ini berkarya dalam aneka handicraft
Jogja seperti bambu ulir cendani, vas & meja set gerabah Kasongan, vas kayu minimalis, serta rupa-rupa handicraft yang tak mesti berlabel 'Jogja' semisal bunga rangkai aneka jenis, ranting hias, lukisan bunga, pigura 3D, serta buah & pohon topiary artificial.
Pokoknya Jogja and Florist Enthusiast untuk Anda yang berkediaman di Bekasi dan sekitarnya...

Untuk navigasi cepat ke 'KATALOG UPDATE TERAKHIR' kami, klik di sini...

header gambar laukkita

Hot Items

HOT ITEMS :
* Handicraft Bambu Ulir : Bambu Ulir Cendani Aneka Model
* Handicraft Vas Gerabah : Vas Gerabah Aneka Model
* Handicraft Ranting Hias : Ranting Inul Aneka Model

Senin, 04 Januari 2016

Hutan Pinus Mangunan, Bantul, Jogjakarta

Selain berwisata ke Kompleks Pemakaman Pajimatan Imogiri, belakangan wisata Hutan Pinus di daerah Mangunan (hanya sekitar 5km ke arah timur area parkir Pajimatan Imogiri) pun nge-hits di kalangan netizens sebagai ajang selfie. Sesuai namanya, spot ini menawarkan keindahan alam dataran tinggi Pegunungan Seribu di kawasan selatan Jogjakarta.
Pagi 28 Des 2015, jalan aspal mulus kami jumpai menghubungkan area Pemakaman Imogiri dengan Hutan Pinus. Treknya naik turun seperti jalanan Puncak lah. Di beberapa bagian kita memang harus menanjak cukup curam, namun secara keseluruhan masih nyaman dilalui. Sedikit catatan, ketika itu kami menjumpai sebuah bus tiga perempat yang kondisinya kurang baik sehingga bus itu tidak kuat menanjak lurus. Bus itu harus agak berzig-zag di jalan, mungkin agar memiliki awalan tarikan agar kuat menanjak. Kami yang berada di belakangnya saja ngeri (suami sesegera mungkin menyalip bus itu begitu ada kesempatan), apalagi penumpang di dalamnya, ya...
Salah satu warung makan di trek menanjak ini memajang nama yang unik : 'Pemadam Kelaparan', kreatif juga... sayang kami tidak sempat memfotonya. Menjelang tiba di lokasi Hutan Pinus, kita akan menjumpai sebuah pertigaan : terus ke Hutan Pinus, kanan ke Taman Buah. Namun karena dari informasi yang kami peroleh saat itu Taman Buah sedang tidak berbuah, maka kami langsung ambil jalan terus ke Hutan Pinus.

Trek menanjak yang mulus ke Hutan Pinus (kiri); lokasi Hutan Pinus berada di sebelah kanan jalan sementara parkir kendaraan baik roda 2 maupun 4 tersedia di sebelah kiri jalan (kanan)

Tiket masuk ke Hutan Pinus hanya sebesar Rp. 10.000 per mobil, berapa pun jumlah penumpang mobil, dan itu sudah termasuk parkir mobilnya. Menariknya, di tiket juga tertera bahwa hanya dikutip Rp. 50.000 untuk sesi foto pre-wedding (kiri); Plang Hutan Pinus (kanan)

 Lokasi parkir motor (kiri); parkir mobil (kanan)

Hutan Pinus ini menurut mas-mas Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Mangunan yang sempat mengobrol dengan suami sudah mulai ditanami sejak 40 tahun silam. Ketika itu belum terpikirkan untuk menjadikannya kawasan wisata alam. Baru sekitar 4 tahun yang lalu hutan pinus yang ketika itu sudah tumbuh tinggi dikembangkan menjadi tempat rekreasi. Lantai hutan yang ketika itu tertutup semak belukar dan vegetasi hijau rapat lainnya dibabat hingga bersih dan nyaman dilalui orang. Fasilitas seperti gazebo (foto kiri atas), ayunan, rumah pohon, plang-plang penunjuk arah, dan lainnya dibangun dan terus ditambah hingga saat ini. Lantai hutan pinus ini saat ini relatif bersih dari sampah, dan yang benar-benar kami suka adalah tertutup oleh guguran dedaunan pinus kering seperti permadani hangat, layaknya film-film hutan konifer yang banyak diekspos Hollywood (foto kanan atas). Atheefa sempat duduk-duduk dan bergulingan di atas permadani guguran daun ini... nyaman sekali tampaknya. Untungnya saat itu cuaca cerah, kami membayangkan jika turun hujan bisa jadi situasinya berbeda.

 Atheefa riang bermain ayunan (kiri); pandangan ke langit dari lantai Hutan Pinus benar-benar membuat kita merasa kecil dan tak berarti (kanan)

 Plang-plang penunjuk arah maupun peringatan amat memadai di sini

Kontur Hutan Pinus naik-turun sebagaimana galibnya kontur pegunungan. Terdapat sebuah bukit dengan cadas-cadas besar di puncaknya (foto kiri atas). Di sini terdapat beberapa rumah pohon yang bisa kita naiki dan ber-selfie dari atasnya, mirip objek Kalibiru (Kulon Progo, DIY) yang saat ini juga nge-hits. Jika dari Kalibiru kita bisa berfoto dari atas rumah pohon dengan latar belakang area terbuka dan Waduk Sermo di kejauhan sebelah kiri, dari Hutan Pinus kita mendapati lanskap area terbuka serupa, hanya saja tanpa waduk. Di puncak bukit ini areanya cukup terbuka karena pepohonan pinus rapat tidak lagi tumbuh. Di sini justru banyak terdapat pohon kayu putih (foto kanan atas).

 Pemandangan ke arah timur yang terbuka

 Rumah Pohon Hutan Pinus, kita bisa naik ke atas dengan tangga kayu yang sudah disediakan Pokdarwis setempat (kiri); patuhi peringatan kapasitas orang yang diijinkan naik seperti yang tercantum pada plang peringatan pada setiap rumah pohon (kanan)

 Pada rumah pohon yang lain sudah terdapat jembatan untuk menyeberang ke atas pohon, lalu dari sana barulah kita naik tangga ke anjungan atas. Jembatan ini terbuat dari rangka kayu pinus yang keras dan kuat, namun tetap harus berhati-hati, jangan menghentak-hentak, serta patuhi batas kapasitas yang sudah ditentukan Pokdarwis setempat.

 Dari puncak bukit kita bisa turun kembali ke bawah lewat tangga kayu yang unik ini (kiri); setelah berjalan-jalan di Hutan Pinus cocoknya ya jajan yang hangat-hangat di beberapa warung tradisional yang berada dekat area parkir kendaraan (kanan)

Setelah jajan bakso hangat, kami pun meninggalkan spot Hutan Pinus yang menarik ini. Berkendara turun kembali ke arah Pemakaman Imogiri, kami mengambil rute Jalan Siluk ke arah Pantai Parangtritis (ke barat), bukan ke Jalan Imogiri menuju rumah (ke utara) seperti biasanya. 
Pantai Parangtritis memang bisa juga dicapai via rute menyusuri Kali Opak ini, meski agak memutar dibandingkan rute tercepat dari pusat kota Jogjakarta visa Jalan Parangtritis. Namun jika Jalan Parangtritis sedang macet-cet, rute ini bisa menjadi alternatif yang lebih sepi. Jalan Siluk ini lebar, mulus, serta relatif datar (foto sebelah kanan). Kita menuju Jalan Parangtritis dari arah timur, tepat setelah Jembatan Kali Opak. Dari sini kami berbelok ke utara, kembali menuju arah kota Jogja. 
Spot Hutan Pinus ini belum terlalu ramai memang. Sangat bisa dijadikan alternatif wisata di Jogja jika spot-spot lain yang sedang hits seperti Kalibiru, Wisata Lava di kawasan Merapi (Jogja Utara), atau beberapa spot di Gunung Kidul seperti menyusuri Gua Pindul, Pantai Indrayati, dll sedang penuh-penuhnya. 
Kami sekeluarga juga sebenarnya berencana berkunjung ke Pantai Indrayati dan Gua Pindul. Apa daya musim libur akhir tahun 2015 rupanya menyedot ribuan pengunjung ke seputaran Gunung Kidul ini sehingga kami mengurungkan niat ke sini. Bukan-apa-apa, jika jumlah wisatawan sedang membludak, kita bisa terjebak berjam-jam di kawasan ini. Kita mungkin bisa datang pagi hari saat jalan masih relatif lengang ke sini. Namun untuk keluar dari sini itu lho masalahnya. Selain itu, sepertinya kurang nyaman jika kita memaksakan berwisata saat penuh sesak pengunjung seperti ini. 
Headline Harian Kedaulatan Rakyat Jogja tanggal 27 Des 2015 berikut memberikan gambaran sedang hits-nya spot-spot wisata kawasan pegunungan kapur DIY bagian selatan ini (foto sebelah kiri, 'Tumplek Blek' di Gunungkidul)...

Berkendara di Jalan Parangtritis ke arah kota (ke utara), jika adzan berkumandang boleh sesekali coba menepi ke Jalan Jogokaryan (perempatan SPBU Pertamina 44-55108). Sekitar 300m ke arah barat perempatan, di sebelah kiri jalan yang tak terlalu lebar ini terdapat Masjid Jogokariyan yang sebenarnya juga tidak teramat besar, tetapi yang mencengangkan dan membuat senang adalah selalu penuh sesak dengan jamaah shalat! Jika pelataran masjid penuh kendaraan jamaah, kita bisa parkir di tanah kosong di sebelah kanan jalan tak jauh selewat masjid yang telah berdiri sejak tahun 1966 ini.
Kawasan Jogokaryan memang sudah lama dikenal sebagai Kampung Santri. Pada bulan Ramadhan, menjelang saat berbuka jalan ini akan 'hidup' dengan aktivitas persiapan berbuka dan shalat maghrib-tarawih. Coba deh...

Baca juga :
Jalan-jalan ke Air Terjun Jurang Pulosari, Krebet, Jogja, klik di sini...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar