Handicraft Center kok judulnya 'Pondok Dahar Lauk Jogja'? Mmmm... nama memang tidak perlu literally nyambung, kan? Bisa karena kami memang berasal dari Jogja, bisa juga karena memang pusat hobi kami ini dirintis dari rumah makan mungil kami, Pondok Dahar Lauk Jogja (back to 2011)...
However, pusat hobi kami ini berkarya dalam aneka handicraft
Jogja seperti bambu ulir cendani, vas & meja set gerabah Kasongan, vas kayu minimalis, serta rupa-rupa handicraft yang tak mesti berlabel 'Jogja' semisal bunga rangkai aneka jenis, ranting hias, lukisan bunga, pigura 3D, serta buah & pohon topiary artificial.
Pokoknya Jogja and Florist Enthusiast untuk Anda yang berkediaman di Bekasi dan sekitarnya...

Untuk navigasi cepat ke 'KATALOG UPDATE TERAKHIR' kami, klik di sini...

header gambar laukkita

Hot Items

HOT ITEMS :
* Handicraft Bambu Ulir : Bambu Ulir Cendani Aneka Model
* Handicraft Vas Gerabah : Vas Gerabah Aneka Model
* Handicraft Ranting Hias : Ranting Inul Aneka Model

Rabu, 25 Januari 2017

Kawah Putih Ciwidey : Kedamaian Beku Puncak Patuha

Kawah Putih adalah sebuah danau kaldera di puncak Gunung Patuha yang diperkirakan terjadi qadarullah akibat letusan dan aktivitas vulkanik. Gunung Patuha tercatat pernah 2 kali mengalami letusan besar. Letusan pertama diperkirakan terjadi pada abad ke-10 dan melahirkan sebuah kawah di bagian puncak sebelah barat. Namun kemudian kawah ini mengering sehingga penduduk menamainya 'Kawah Saat' (dalam Bahasa Sunda saat berarti kering). 

Aneka produk partisi ruangan, detil klik di sini... 

Gunung Patuha kemudian memasuki fase tidur panjang hingga pada abad ke-13 qadarullah terjadi letusan besar kedua yang lagi-lagi melahirkan sebuah kawah. Kawah kedua ini kemudian terisi air menjadi danau kaldera yang sangat indah bernama Kawah Putih. Tergantung pada mekanisme sudut dan intensitas cahaya matahari, kadar belerang, cuaca, dan temperatur udara, airnya akan berubah-ubah warna mirip Danau Kelimutu. Air danau yang aslinya berwarna putih susu akibat tingginya kandungan belerang ini sesekali tampak berubah semu kehijauan atau kebiruan. 

Stadion si Jalak Harupat yang belakangan menjadi kandang Persib
Akses ke Kawah Putih sangat mudah. Kawah yang terletak di daerah Rancabali, Ciwidey, sekitar 35 km arah barat daya Kota Bandung ini dapat ditempuh lewat rute :
  1. exit tol Kopo-Soreang-Ciwidey-Rancabali; atau 
  2. exit tol Baros-Nanjung via Stadion si Jalak Harupat-Soreang-Ciwidey-Rancabali. 

Rute pertama kurang kami rekomendasikan karena kemacetan luar bisa di jalur Kopo yang memang merupakan daerah perumahan dan pemukiman padat warga Bandung. Jalur via Nanjung lebih bersahabat, meski tetap ada beberapa titik kemacetan terutama di Pasar Marga Asih, tepatnya di sekitar gerbang La Margas Residence.

Sekitar 10 km dari Ciwidey (atau kira-kira 5 km setelah lokasi Regar Orchids) kita akan tiba di pertigaan dengan sebuah landmark besar 'Kawah Putih' di sebelah kiri jalan sebagai tanda bahwa kita sudah tiba di area wisata ini (foto kiri bawah). Berbelok ke kiri di pertigaan ini kita akan menuju area parkir bawah Kawah Putih. Arah jalan terus menuju ke Danau Situ Patengan (foto kanan bawah).

Di sini pengguna kendaraan pribadi memiliki beberapa opsi :

A. Memarkir kendaraan di area parkir bawah lalu lanjut naik ke Kawah Putih dengan kendaraan umum (Ontang-Anting) dengan perhitungan biaya :

  1. Parkir bawah roda 2 @ Rp. 5000; roda 4 @ Rp. 6000; roda 6 @ Rp. 25.000 sekali parkir (tidak ada batasan waktu)
  2. Tiket masuk WNI @ Rp. 20.000/orang; turis asing @ Rp. 50.000/orang; aktivitas pre wedding @ Rp. 500.000
  3. Biaya ontang-anting untuk naik-turun dari dan kembali ke area parkir bawah @ Rp. 15.000/orang 

B. Pengguna roda 4 yang hendak naik langsung dengan mobilnya ke area parkir atas Kawah Putih dengan perhitungan biaya :
  1. Jasa lingkungan parkir atas roda 4 @ Rp. 150.000/mobil sekali parkir (tidak ada batasan waktu)
  2. Tiket masuk WNI @ Rp. 20.000/orang; turis asing @ Rp. 50.000/orang; aktivitas pre wedding @ Rp. 500.000
Aneka produk bunga rangkai tabletop, detil klik di sini...
Sebenarnya karena kami menginap di Glamping Legok Kondang, kami memiliki opsi ketiga yaitu mengikuti tour Kawah Putih dari Glamping @ Rp. 40.000/orang. Namun saat kami menghubungi staff Glamping, ternyata seluruh mobil shuttle Glamping sedang dipakai sehingga baru bisa ke Kawah Putih pada sore harinya. 

Ketika itu kami mengambil opsi B karena tentunya lebih nyaman bagi orang tua kami yang ikut serta ke Kawah Putih. Biaya parkir atas kami nilai terlalu mahal untuk ukuran fasilitas parkir dan jalan naik ke kawah yang belum mulus dan di beberapa tempat masih berlubang. Namun bisa jadi akan sebanding dengan opsi A jika penumpang mobil kita memang cukup banyak. Kami ketika itu bertujuh sehingga opsi A hanya lebih murah Rp. 39.000. Namun tentunya kita harus mengantri dan menunggu ontang-anting penuh jika mengambil opsi A. Secara umum kami nilai wisata Kawah Putih bukanlah tergolong murah. Silakan Anda perhitungkan sendiri biayanya sesuai dengan kebutuhan... 

Jalan naik ke atas berupa aspal kasar dengan pelebaran dari beton di beberapa tempat (foto kiri bawah). Cukup lebar untuk ukuran 2 mobil crash, namun memang tidak mulus. Rambu-rambu belok kanan-kiri dll. sepanjang jalan 3 km ke puncak ini sudah memadai dan membantu. Pada sebagian lokasi yang menanjak curam kita harus menggunakan gigi 1, namun adanya rambu peringatan memang sangat menolong pengemudi. Di parkiran atas terdapat semacam kantor kawasan wisata (foto kanan bawah). Kapasitas parkir mobil di sini kami nilai sangat memadai.

Di seberang lokasi parkir atas terdapat halte ontang-anting berwarna oranye yang cukup padat oleh calon penumpang (foto sebelah kanan).
Dari parkir atas kita harus berjalan sekitar 100 m ke arah bawah untuk menuju bibir Kawah Putih. Trek berupa anak-anak tangga yang kokoh dan rapi, dipisahkan oleh pagar antara pengunjung arah turun dan naik.
Ketika kami tiba di sana qadarullah kabut cukup tebal. Aroma khas belerang tercium cukup kuat, tipikal kepunden gunung berapi. 
Terdapat pedagang masker yang cukup jeli memanfaatkan peluang. memang harga masker yang mereka jual tidak terlalu mahal (Rp. 5000/masker), tetapi tentunya masker kain seperti ini tidak ada gunanya untuk mencegah bahaya uap belerang. Masker kain pada dasarnya hanya efektif untuk mencegah terhirupnya partikel berukuran cukup besar seperti debu atau pasir halus, namun tak mampu mencegah masuknya gas dan senyawa kimia seperti uap belerang. Untuk mencegah terhirupnya gas berbahaya, kita sudah harus menggunakan alat respirator. Tetapi ya sutra lah, kami tetap membeli masker saja seperti pengunjung yang lain...

 Masya Allah... pemandangan di tangga turun ke kawah saja sudah sangat cantik...

Awalnya kami sama sekali tak dapat melihat kawah akibat tebalnya kabut. Barulah saat mendekati bibir kawah, wujud kawah yang ketika itu tampak sangat misterius kian jelas terlihat.
Kawah Putih terletak pada ketinggian 2090 m di atas permukaan laut, sedkit di bawah puncak Gunung Patuha. Temperatur udara di sini berkisar 8~22 deg C.
Gunung Patuha sendiri memiliki ketinggian 2434 m. Patuha menurut cerita masyarakat berasal dari kata 'Pa Tuha' atau 'Pak Tua'. Ini merupakan julukan bagi gunung api purba tersebut yang diduga umurnya sudah sangat tua.
Gunung Patuha diperkirakan sudah muncul ke permukaan bumi pada saat Dataran Tinggi Priangan (Bandung) masih merupakan dasar samudera. Pada saat itu kontur kerak/kulit bumi masih mengalami perubahan-perubahan revolusioner, pelipatan, dan pembentukan gunung api. Salah satu gunung berapi yang terbentuk di kerak bumi yang belum stabil itu adalah Gunung Patuha. Kemunculannya dari lantai samudera diperkirakan turut melahirkan dataran tinggi baru yang membentang dari daerah yang kini dikenal sebagai Ciwidey di sebelah barat sampai ke Pengalengan di sebelah timur. Bahkan kini jika kita menjelajah perkebunan teh di Pengalengan, kita masih dapat menjumpai kontur teras-teras gunung api.
Bagaikan pintu menuju dimensi lain. Terlihat bercak belerang kekuningan di sepanjang tepiannya.
Menurut catatan sejarah, eksotisme Kawah Putih tersingkap berkat usaha Dr. Franz Wilhelm Junghuhn yang tengah melakukan perjalanan di daerah Bandung Selatan pada tahun 1837. Ketika itu banyak cerita tahayul beredar di kalangan penduduk bahwa lokasi puncak Gunung Patuha adalah kawasan angker. Masyarakat saat itu mengamati bahwa setiap burung yang terbang melewati kawasan tersebut akan mati. 
Karena kepercayaan itu, ditambah lagi dengan mitos keberadaan kerajaan gaib di puncak Gunung Patuha yang ditempati oleh makhluk halus penjaga Tatar Pasundan, tak ada seorang pun yang berani mendekati daerah ini.
Junghuhn memutuskan untuk mengecek kebenaran hal ini ke puncak Patuha demi ilmu pengetahuan. Ia akhirnya berhasil mencapai puncak Patuha, dan dari sana ia melihat adanya sebuah danau kawah berwarna putih dengan bau belerang amat menyengat. Disimpulkan bahwa pada kadar belerang tinggi menjadi faktor penyebab kematian kawanan burung yang melintasi area sekitar danau itu. Kandungan belerang yang tinggi pun membuat air danau kawah ini beresiko bahaya untuk direnangi. Cukuplah dinikmati saja keindahan panoramanya...

Lukisan Junghuhn tahun 1856 (foto kiri atas), diambil dari Java-Album, memperlihatkan deskripsi yang sangat detail dan tepat dari warna air danau dan kondisi tebing-tebing di sekeliling kawah (sumber : www.id.wikipedia.org/wiki/berkass:Junghuhn_Kawah_Putih.jpg). Eksis di bibir danau (foto kanan atas).

Haidar eksis di Kawah Putih...

Kami membayangkan apa jadinya jika tiba-tiba sekelompok vampir keluar dari bayangan pepohonan ala Transylvania ini?

Terdapat batas aman area danau yang boleh dijelajahi wisatawan.

Sesekali angin berhembus kencang menyibak sedikit selimut kabut, menampakkan kontur tebing yang mengelilingi kaldera.

Kalau di sini mungkin tak hanya vampir yang keluar, tapi juga mermaid....

Subhanallah... rasanya tak habis-habis menikmati eksotisme Kawah Putih berselimut kabut hari itu. Kami cukup lama berada di bibir kawah, pastinya lebih dari batas waktu 15 menit yang sebenarnya disarankan oleh pengelola Kawah Putih. Pembatasan ini mungkin bertujuan untuk mencegah resiko kesehatan akibat terpapar uap belerang terlalu lama. Tapi masalahnya 15 menit tentu masih kurang untuk mengeksplorasi Kawah Putih. Bagaimana lagi, ya..... Pokoknya jika kita merasa lelah atau pusing akibat uap belerang, segeralah sudahi kunjungan kita di seputaran bibir Kawah Putih.

Esok harinya, barulah adik kami berkesempatan untuk pergi ke sini. Mereka langsung berangkat dari Glamping, mengikuti tour program Kawah Putih. Qadarullah cuaca saat adik kami berada di sana sangat cerah, tidak ada kabut sedikit pun. Sontak suasana Kawah Putih berubah dari kesan misterius penuh kabut menjadi ceria. Meski cuacanya berbeda 180 derajat, tetapi air danau kawah ini tetap tampak serupa dengan saat berkabut pada hari sebelumnya (foto di bawah).
Menurut penilaian kami, berkabut atau cerah Kawah Putih yang eksotis sebagai menu utama spot wisata ini tetap tampak cantik. Namun demikian tampaknya perlu perbaikan sarana dan prasarana pendukung seperti pemagaran pada jalan, dan kondisi jalan naik ke parkir atas itu sendiri yang perlu diperbaiki agar mulus, nyaman, dan aman bagi pengunjung... 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar