Handicraft Center kok judulnya 'Pondok Dahar Lauk Jogja'? Mmmm... nama memang tidak perlu literally nyambung, kan? Bisa karena kami memang berasal dari Jogja, bisa juga karena memang pusat hobi kami ini dirintis dari rumah makan mungil kami, Pondok Dahar Lauk Jogja (back to 2011)...
However, pusat hobi kami ini berkarya dalam aneka handicraft
Jogja seperti bambu ulir cendani, vas & meja set gerabah Kasongan, vas kayu minimalis, serta rupa-rupa handicraft yang tak mesti berlabel 'Jogja' semisal bunga rangkai aneka jenis, ranting hias, lukisan bunga, pigura 3D, serta buah & pohon topiary artificial.
Pokoknya Jogja and Florist Enthusiast untuk Anda yang berkediaman di Bekasi dan sekitarnya...

Untuk navigasi cepat ke 'KATALOG UPDATE TERAKHIR' kami, klik di sini...

header gambar laukkita

Hot Items

HOT ITEMS :
* Handicraft Bambu Ulir : Bambu Ulir Cendani Aneka Model
* Handicraft Vas Gerabah : Vas Gerabah Aneka Model
* Handicraft Ranting Hias : Ranting Inul Aneka Model

Jumat, 18 Mei 2018

Jalan-Jalan 2 Hari di Kuala Lumpur : D2 KL City Tour

Itinerary hari kedua kami di KL adalah sbb. :

* Start dari Colmar Tropicale (13:00) langsung menuju KL;
* Tiba di Restoran Nasi Ayam Hainan Chee Meng kawasan Bukit Bintang, KL (14:30), makan siang;
* Eksplor Dataran Merdeka (15:30);
* Belanja di Central Market (16:00);
* Eksplor Menara Kembanr Petronas dan sekitarnya (18:00);
* Tiba di Hotel EV World Kota Warisan dekat bandara KLIA (21:00).

Ya betul, pada prinsipnya hari kedua ini hanya merupakan KL city tour yang lebih santai, setelah sebelumnya kami menjalani jadwal hari pertama yang lumayan padat.

Setelah sejak pagi beraktivitas di seputaran Colmar (detil klik di sini...), Mas Zaki menjemput kami sekitar pukul 13:00 seperti yang dijanjikan.
Butuh sekitar 1,5 jam perjalanan dari daerah Bukit Tinggi di mana Colmar berada untuk tiba di kawasan Jl. Bukit Bintang, KL downtown, yang tampaknya selalu ramai ini. Jl. Bukit Bintang ternyata jalan searah yang tidak terlalu lebar (4 atau 3 lajur), tetapi memang penuh dengan pusat perbelanjaan dan hotel. Pendeknya kawasan favorit para pelancong di KL, lah.

Restoran Nasi Ayam Hainan Chee Meng yang kami tuju berada di sebelah kanan jalan, tak jauh setelah kita melewati KFC Bukit Bintang yang terkenal. Di sini banyak mobil yang parkir paralel (seperti foto di bawah), Mas Zaki berhenti di sini sementara kami makan siang (Mas Zaki ternyata sedang shaum Kamis, jadi kami tidak bisa ajak ikut serta makan siang ketika itu...). O iya, pusat perbelanjaan Pavilion KL berada di sudut antara Jl. Bukit Bintang dan Jl. Raja Chulan... tak terlampau jauh pula dari Chee Meng.

Udara di KL ketika itu sedang panas-panasnya. Begitu kami masuk ke Chee Meng pun ternyata hampir sama panasnya seperti di luar, meski AC dan kipas angin di dalam tak henti bekerja. Bagian depan Chee Meng dari arah Jl. Bukit Bintang adalah seperti foto di sebelah kanan.
Kapasitas tamu restoran ayam hainan ini cukup besar. Kami mendapatkan meja besar di bagian agak ke dalam rumah makan yang dapat menampung 5 orang atau lebih. Tersedia 1 toilet di bagian paling ujung belakang Chee Meng.
Kami berlima memesan 2 paket nasi ayam hainan dada (@ RM 10/porsi), 2 paket nasi ayam hainan paha (@ RM 11/porsi), dan sup wantan (@ RM 8). Ukuran ayamnya lumayan besar menurut kami (seperti foto di bawah).
Minumnya ketika itu milo (@ RM 5,5), teh lemon (@ 6,5), teh O (RM 3), dan teh manis (RM 3,5). 
Total untuk berlima (dengan pajak) @ RM 72 atau sekitar Rp. 250rb. Per orang budget Rp. 50rb lah, hampir sama saja dengan di Indonesia tentunya.
Oh iya, dari kuitansinya, tertera nama 4 cabang resto Chee Meng yaitu Bukit Bintang, Jl. Klang Lama, Kuchai Lama, dan Glenmarie Shah Alam. 


Dataran Merdeka merupakan spot berikut yang kami tuju setelah beres makan siang. Sekitar pukul 15:20 kami kembali naik mobil, kali ini menuju Jl. Raja, kawasan KL City Center (KLCC). Dataran Merdeka pastinya merupakan land mark paling terkenal di KL.
Di sisi selatan lapangan terdapat KL City Gallery dengan landmark-nya yang terkenal (foto sebelah kiri). Tepat di sebelah barat KL City Gallery berada Perpustakan KL.
Lapangan Merdeka ini sebelumnya dikenal sebagai Padang Selangor Club, merupakan lapangan cricket milik Royal Selangor Club yang didirikan pada tahun 1884 oleh penguasa Inggris ketika itu. 
Di ujung selatan lapangan inilah berdiri sebuah tiang bendera setinggi 95m - dikenal sebagai salah satu tiang bendera tertinggi di dunia - tempat di mana pada tengah malam tanggal 30 Agustus 1957 bendera Inggris (Union Jack) diturunkan, dan bendera Malaysia dinaikkan untuk pertama kalinya yang menandai kemerdekaan Malaysia. Menyusul pada pagi hari 31 Agustus 1957, perayaan kemerdekaan diselenggarakan di Stadion Nasional.

Bangunan Royal Selangor Club bearda di sisi barat Dataran Merdeka (foto di bawah), berlatar belakang gedung-gedung tinggi. Bangunan bergaya tudor dengan atap segitiga khas berwarna merah kecoklatan ini telah dibangun mulai tahun 1884, dan saat ini merupakan lokasi photo stop yang penting di kawasan ini.

Cop's Fountain (foto di atas), sebuah air mancur yang ada di sisi selatan Dataran Merdeka, tak terlalu jauh dari Tiang Bendera. Air mancur ini tercatat dibangun pada tahun 1897.

Jika Anda memiliki waktu yang cukup untuk menjelajahi kawasan Dataran Merdeka, Mas Zaki merekomendasikan untuk masuk ke KL City Gallery yang memajang beragam benda koleksi yang menarik tentang sejarah Malaysia... kurang lebih seperti Museum Fatahillah di Kota Tua Jakarta mungkin, ya...
Sayangnya waktu kami ketika itu sangat terbatas sehingga kami praktis hanya ber-photo stop saja di seputaran area sebelah selatan Dataran Merdeka ini.
Kami melihat terdapat gambar beberapa tokoh negeri dipajang di sini (foto sebelah kiri), selain tentunya tiang bendera legendaris yang menjulang tinggi (foto sebelah kanan).

Di sisi timur lapangan, tepatnya di seberang Jl. Raja, terdapat bangunan Sultan Abdul Samad yang terkenal (foto di bawah). Ketika itu sisi timur Dataran Merdeka dipenuhi barisan bus yang parkir sehingga kami harus berjalan agak ke tengah untuk mendapatkan sudut foto yang bagus.
Menurut Mas Zaki sih sebenarnya tidak boleh parkir di pinggir jalan ini, tetapi sepertinya 11-12 lah dengan di sini... masih banyak juga mobil - bahkan bus - yang berhenti.

Gedung Sultan Abdul Samad (foto di bawah) tercatat telah berdiri sejak tahun 1897 sebagai perkantoran bagi pemerintah kolonial Britania Raya di Selangor ketika itu dengan nama New Government Office. Sebenarnya ibukota Selangor terletak di Klang yang cukup jauh dari KL yang sudah maju. Kemudian Sultan Abdul Samad yang ketika itu memerintah Selangor memindahkan ibukota ke KL.

Menginjak tahun 1974, sekitar beberapa tahun saja setelah negara Malaysia merdeka dari kolonialisme Inggris, pusat pemerintahan Negeri Selangor dipindahkan ke daerah Shah Alam. Sementara Pemerintahan Malaysia pindah ke kawasan Damansara.
Sejak saat itu, praktis nama New Government Office yang memiliki desain arsitektur bergaya campuran moor dan mughal ini pun berubah menjadi Gedung Sultan Abdul Samad, sesuai dengan nama penguasa yang memerintah manakala bangunan ini dahulu dibangun.
Gedung ini sekarang digunakan sebagai kantor Kementerian Warisan Budaya dan Seni negeri.
Bagi kami dan para pelancong lain yang saat itu bersama berada di Dataran Merdeka, cuaca cerah dengan langit biru sempurna - meski memang panasnya sedang cetar luar biasa - sangat mendukung aksi jeprat-jepret ke arah gedung bersejarah berarsitektur cantik yang sekarang menjadi salah satu landmark paling terkenal di KL ini.
Sudut datangnya cahaya matahari pukul setengah empat sore pun terlihat sedang pas sekali. Dipandang dari arah mana pun gedung Sultan Abdul Samad ini memang indah.

Di sebelah selatan Sultan Abdul Samad Building, tepatnya di seberang Jl. Leboh Pasar Besar - terdapat gedung Muzium Tekstil Negara (foto di sebelah kiri) yang tampak berdesain Islami dengan banyak kubah berwarna putih.
Sesuai dengan namanya, Anda yang tertarik dengan hal-hal perkembangan dan sejarah tekstil mulai dari jaman prasejarah hingga modern - khususnya yang berkembang di Malaysia - boleh berkunjung ke sini secara gratis, alias tidak perlu membayar tiket masuk.
Museum yang beralamat di Jl. Sultan Hishamuddin ini buka setiap hari pukul 9:00 - 18:00 termasuk hari Ahad, kecuali hanya pada Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Pasar Seni (Central Market) sebenarnya hanya berjarak 300-an meter saja dari Dataran Merdeka. Jika berjalan kaki kita bisa melalui Jl. Leboh Pasar Besar lalu belok kanan ke Jl. Hang Kasturi. Naik mobil jutsru harus agak berputar karena kita mesti melalui Jl. Tun Sambanthan untuk menuju area parkir Pasar Seni.
Tepat di seberang jalan dari Pasar Seni terdapat Hotel Geo yang menurut Mas Zaki cukup digemari oleh kalangan mahasiswa Indonesia karena tergolong murah meriah.
Gedung Pasar Seni berarsitektur art deco berwarna biru muda seperti foto di sebalh kanan. Tempat ini adalah surganya para pencari suvenir murmer. Konsepnya berupa bangunan 2 lantai full AC yang nyaman untuk belanja santai. Mirip-mirip Pasar Beringharjo di Jogjakarta sih, kecuali bahwa Beringharjo belum full AC.
Selain di Pasar Seni, kita juga bisa berburu oleh-oleh di Jl. Petaling yang berkonsep kaki lima outdoor (flea market). Letak Jl. Petaling juga dekat dari Pasar Seni, yaitu hanya sekitar 150m ke arah timur. Tetapi dengan konsep ini tentunya belanja di Petaling lebih panas karena outdoor tadi. Tapi menurut Mas Zaki kita berpotensi mendapatkan barang/suvenir dengan harga lebih murah di Petaling ini. Ada plus-minusnya sih, Anda bisa sesuaikan dengan selera.

Bagi kami yang ketika itu bepergian bersama anak-anak, tentunya akan lebih nyaman jika memilih tempat belanja yang full AC seperti di Pasar Seni ini.
Setelah acara wajib berfoto di landmark Central Market (foto sebelah kiri), kami masuk ke dalam.
Anak-anak ketika itu mencari beberapa jenis suvenir sebagai oleh-oleh untuk teman-teman mereka. Anda boleh pertimbangkan jenis-jenis pulpen atau gantungan kunci yang terkategori paling masuk kategori karena harga per unit-nya reasonable.
Anak-anak juga mencari kaus bertema KL, serta beberapa jenis suvenir lain, termasuk tentunya miniatur Menara Kembar Petronas. Pokoknya Anda jelajahi saja dulu secara sekilas untuk menimbang-nimbang barang apa yang akan dibeli. Bagian dalam bangunan yang bersih tampak pada foto-foto di bawah (baik lantai atas mau pun lantai bawah).



Jangan heran jika banyak pedagang di sini berasal dari Indonesia. Rata-rata sudah bertahun-tahun berdagang di sini. Meski pun sebenarnya sama saja jika kita berbelanja kepada pedagang asal Malaysia karena tidak ada kendala bahasa, bagaimana pun mungkin bagi sebagian pelancong tanah air rasanya akan tetap lebih enak dan kita jadi tidak ragu untuk 'menawar harga dengan cukup kejam' pada peniaga asal Indonesia.
Kami saat itu sebenarnya tidak memilih-milih pedagang. Kami membeli sebagian suvenir pulpen pada abang-abang asal Mayalsia.
Tetapi qadarullah suvenir lainnya ternyata dilayani oleh orang kita. Kios di area outdoor tempat kami membeli sebagian pulpen, miniatur Menara Kembar, dll. ternyata milik seorang ibu asal Cirebon. Lalu kios pakaian di lantai atas dilayani oleh ibu-ibu paruh baya asal Sleman yang sudah 20 tahun berjualan di sini. Saking lamanya, logat ibu ini sudah sangat melayu, tidak kelihatan lagi medoknya. Ada lagi kios aneka penganan seperti coklat Beryls (foto kanan atas) di lantai bawah tempat kerja ibu asal Tambun, Bekasi.... walah, ini mah tetangga, yak!

Saran kami, pilih dulu kios yang terlihat cukup lengkap dan menyediakan sebanyak mungkin jenis suvenir yang ingin kita beli. Jika dari interaksi awal kita bisa menaksir bahwa harga yang ditawarkan kios tersebut bisa diterima, lebih baik kita membeli banyak barang di satu kios seperti ini saja karena pada umumnya pedagang di Pasar Seni tidak memberi diskon harga per unit barang. Tetapi semakin banyak total harga yang kita bayar, mereka umumnya memberi potongan yang semakin banyak pula. Ini akan lebih murah jatuhnya daripada jika kita membeli masing-masing sedikit barang di banyak kios.
Mushalla tersedia di lantai 3 (roof top). Tangga naik terdapat di pojok tenggara bangunan. Bangunan mushallanya cukup besar dan bersih, dengan bagian untuk laki-laki dan wanita yang saling terpisah (foto di sebelah kiri atas menunjukkan bagian dalam mushalla laki-laki). 

Di luar bangunan, tepatnya di lorong sebelah timur, berjejer kios-kios outdoor yang berdiri di sepanjang atap berbentuk layangan khas Malaysia (foto kiri atas). Jenis dan harga Barang-barang yang dijual di sini sama saja sih dengan yang ada di dalam Pasar Seni (foto kanan atas). 

Dari informasi, Pasar Seni ini awalnya disebut Pasar Besar atau Central Market yang telah ada sejak tahun 1936. Mungkin bahkan cikal bakalnya telah ada sejak 1888 karena angka tarikh tersebut tertera di pintu masuk bangunan. 
Ketika itu (1936) pasar ini menjual ikan, daging, sayuran, dan barang-barang kebutuhan kelontong sehari-hari lainnya, terutama bagi perkulakan skala besar/grosir.
Baru pada 1986 terjadi perubahan fungsi dari yang sebelumnya penjualan bahan pangan dan kebutuhan sehari-hari, menjadi pusat penjualan barang-barang kerajinan serta suvenir bagi para wisatawan.
Secara resmi pula sejak 1986 Pasar Besar ini dikenal sebagai Pasar Budaya atau Pasar Seni.
Seperti disinggung di atas, dalam perjalanan meninggalkan kawasan Central Market, kami melewati mulut Jl. Petaling yang bernuansa Tionghoa (foto sebelah kiri). Street market ini dari sisi kami mengambil foto tak tampak terlalu ramai, tapi tidak tahu ya bagaimana suasananya di dalam. Parkir mobil di area Pasar Seni selama sekitar 1,5 jam adalah RM 5.

Menara Kembar Petronas merupakan tujuan kami berikutnya sekaligus terakhir hari itu. Berjarak sekitar 3km saja sebenarnya ke arah timur laut lokasi Pasar Seni, twin towers 88 lantai yang pernah menjadi gedung tertinggi di dunia ini masih berada di kawasan KLCC. 
Begitu pun butuh waktu sekitar 45 menit untuk berkendara di tengah jalan raya pusat kota yang macet juga ternyata sore itu karena bertepatan dengan jam pulang kerja. Mas Zaki memarkir mobil di basement Mall Suria KLCC.
Bagian dalam Suria sama saja dengan mall kelas atas di Indonesia, termasuk desain atap berbentuk kubahnya yang cukup menarik (foto sebelah kanan). Kami hanya lewat saja di bagain dalam mall untuk kemudian keluar lagi di pintu tenggara mall yang menuju Taman KLCC.
Taman KLCC sore itu (sekitar pukul 18:00) tampak cukup ramai oleh pengunjung, terutama di seputaran danau buatan Simfoni Lake tempat pertunjukan air mancur diadakan (foto di bawah).
Kami sempat agak heran melihat sekumpulan anak usia SD (berseragam sekolah) yang duduk-duduk pula di sekitar danau. Belakangan kami baru ngeh bahwa rupanya mereka bersama beberapa orang guru sengaja jalan-jalan ke Taman KLCC sambil menunggu waktu berbuka puasa Kamis, karena begitu terdengar adzan para murid dan guru mereka tampak duduk melingkar sambil berbuka puasa, subhanallah...
Jika kita ingin mengambil foto Menara Kembar, maka kita harus berjalan agak jauh dulu ke sebelah tenggara taman untuk memperoleh sudut yang cukup guna menjangkau seluruh bagian menara hingga ke puncaknya.
Ketika itu kami berjalan sampai mendekati area kolam renang gratis Taman KLCC yang ditandai landmark patung paus biru seperti foto di bawah. 



Kami memang sudah berniat untuk berfoto berlatar belakang Menara Kembar pada 2 kondisi yaitu saat langit masih terang, dan kedua ketika sudah gelap. Karena itulah kami sengaja datang ke sini menjelang maghrib agar mendapatkan kedua momen itu sekaligus dalam satu kunjungan saja.
Seperti cerita di atas, kami mengambil foto dari arah kolam renang. Tapi... lho kok hasilnya tidak seperti yang diharapkan karena wajah kami gelap (foto kiri bawah). Memang matahari ketika itu akan ada di sisi barat, alias di belakang menara.
Segera kami memutuskan untuk berfoto dari seberang barat laut menara. Kami melintasi Mall Suria lagi untuk kemudian keluar dari pintu barat laut yang ditandai oleh replika mobil F1 Petronas. Di sisi ini juga ada taman air mancur meski jauh lebih kecil dibanding Taman KLCC di sisi tenggara menara. Tak terlalu banyak pengunjung yang berfoto di sini ketika itu. Yang jelas karena kita akan menghadap matahari, maka wajah objek foto akan terlihat lebih terang (foto kanan bawah).

Silakan Anda coba memvariasikan sudut kamera untuk memperoleh pencahayaan yang berbeda-beda pula. Misalnya pada foto di sebelah kiri bawah yang tampak berbeda (lebih gelap) dibandingkan foto di kanan atas sebelumnya.
OK, setelah mendapatkan banyak gambar dari sisi barat laut ini, kami kembali menyeberangi Mall Suria ke arah Taman KLCC. Foto menara saat malam kiranya lebih bagus dari arah taman, selain juga kita bisa sekalian menyaksikan pertunjukan air mancur. Menjelang matahari terbenam, secara bertahap dari bagian puncak lampu-lampu mulai dinyalakan (foto kanan bawah).

Semakin malam, semakin banyak pula lampu menara yang dinyalakan. Lokasi paling ideal menurut kami untuk mengambil foto menara pada waktu malam dari sisi tenggara Taman KLCC adalah dari jembatan di sisi utara danau. 
Jika Anda berminat untuk berfoto dari lokasi ini, coba nanti Anda cari sebuah saung kecil di mana terdapat pancuran air minum gratis. Di dekat saung ini terdapat lampu taman yang cukup terang. 
Jadi idenya adalah bagaimana agar kita tetap bisa berfoto tanpa lampu blitz yang mungkin membuat kualitas fotonya turun, tetapi wajah objek bisa terlihat cukup terang karena bantuan lampu taman tersebut. Hasil fotonya kurang lebih seperti di sebelah kanan (diambil sekitar pukul 19:30). 
Setelah cukup berselfie-ria, sambil menunggu Mas Zaki selesai berbuka puasa, kami masih sempat menonton pertunjukan air mancur menari diiringi musik yang tampak berwarna-warni oleh lampu sorot aneka warna (foto di bawah).
Kurang lebih idenya sih sama dengan Air Mancur Sri Baduga di Purwakarta, hanya saja tentunya Danau Situ Buleud Purwakarta jauh lebih luas dibanding Simfonoi Lake di KLCC, sehingga ukuran pertunjukan air mancur di Purwakarta pun lebih besar dan kolosal, dengan jumlah pengunjung yang jauh lebih banyak pula di sekeliling Situ Buleud.



Yups... Mas Zaki akhirnya datang, kami pun segera kembali ke mobil untuk menuntaskan acara jalan-jalan hari ke-2 ini. Tapi ternyata untuk keluar dari kawasan pusat kota KL di hari kerja ini tidak mudah juga karena jalur yang sedianya Mas Zaki pilih untuk menuju daerah Bandara KLIA pun macetnya luar biasa. Mobil terpaksa berputar dulu ke arah utara, baru kemudian berbelok ke arah selatan lagi setelah melewati area macet.
Alhamdulillah kemacetan tidak terlalu meluas. Kami tiba di Hotel EV World Kota Warisan, Sepang, sekitar pukul 21:30. Kota Warisan merupakan nama daerah dekat Bandara KLIA, hanya butuh sekitar 10 menit berkendara untuk menuju airport. Tak heran jika di daerah ini banyak berdiri hotel-hotel budget untuk melayani para traveller. Transportasi dari daerah Kota Warisan ke KLIA dilayani oleh mobil sewa (jenis L300) seharga RM 55 sekali jalan. Tetapi jika kita menyewa sebelum subuh, ada tambahan RM 10.

Foto-foto di atas menunjukkan suasana kamar keluarga tipe Superior Triple (kapasitas 4 orang, anak kecil gratis jika menggunakan tempat tidur existing). Terdapat 2 tempat tidur fungsional yang ditempatkan pada sisi-sisi ruangan (foto kiri atas). Hanya ada sebuah meja dan tempat gantungan baju minimalis (foto tengah-atas). Karena ketika itu kami praktis hanya berada sekitar 5 jam saja di hotel, bahkan TV pun tak sempat kami nyalakan. Kamar mandi fungsional dengan shower air panas cukup memadai (foto kanan-atas).
Sarapan tersedia secara self-service berupa roti-selai yang bebas kita ambil di area dapur hotel. Minuman hangat (teh atau kopi) juga bebas kita buat sendiri. Air mineral pun tersedia di area dapur. Rate EV World Kota Warisan untuk 1 kamar kapasitas total 5 orang yang kami gunakan ketika itu adalah Rp. 442,766 (via Agoda).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar