Handicraft Center kok judulnya 'Pondok Dahar Lauk Jogja'? Mmmm... nama memang tidak perlu literally nyambung, kan? Bisa karena kami memang berasal dari Jogja, bisa juga karena memang pusat hobi kami ini dirintis dari rumah makan mungil kami, Pondok Dahar Lauk Jogja (back to 2011)...
However, pusat hobi kami ini berkarya dalam aneka handicraft
Jogja seperti bambu ulir cendani, vas & meja set gerabah Kasongan, vas kayu minimalis, serta rupa-rupa handicraft yang tak mesti berlabel 'Jogja' semisal bunga rangkai aneka jenis, ranting hias, lukisan bunga, pigura 3D, serta buah & pohon topiary artificial.
Pokoknya Jogja and Florist Enthusiast untuk Anda yang berkediaman di Bekasi dan sekitarnya...

Untuk navigasi cepat ke 'KATALOG UPDATE TERAKHIR' kami, klik di sini...

header gambar laukkita

Hot Items

HOT ITEMS :
* Handicraft Bambu Ulir : Bambu Ulir Cendani Aneka Model
* Handicraft Vas Gerabah : Vas Gerabah Aneka Model
* Handicraft Ranting Hias : Ranting Inul Aneka Model

Kamis, 15 Februari 2018

Jalan-Jalan ke Punthuk Setumbu, Magelang

Wisata alam Punthuk Setumbu belakangan kian populer terutama di kalangan pemburu sunrise. Jualan utama spot ini adalah menikmati matahari terbit di balik Candi Borobudur ternama. Kondisi sunrise ideal di sini tentunya saat matahari sudah naik agak tinggi, ketika siluet Borobudur telah cukup jelas terlihat dan kabut menyelimuti perbukitan di sekitar candi Budha terbesar di dunia ini. Early sunrise saat suasana masih gelap kami anggap belum mampu menampilkan kecantikan spot ini secara maksimal, karena sosok Borobudur sendiri justru belum terlihat. Foto panorama Borobudur dari ketinggian bukit Punthuk Setumbu menjelang tengah hari seperti foto di bawah...

Kami memang tidak sedang mengejar sunrise ketika kami datang ke Punthuk Setumbu pertengahan Desember 2017 lalu. Saat itu kami baru mulai jalan dari rumah di bilangan Sewon, selatan Jogjakarta, sekitar pukul 8 pagi. Rute yang kami ambil adalah via Ringroad arah Gamping, lalu belok kanan ke arah utara menuju Jl. Magelang, via Muntilan, lalu seperti biasa belok kiri ke Jl. Soekarno-Hatta menuju kompleks Candi Borobudur setelah sebelumnya melewati candi Mendut tepat di sisi kanan jalan raya ini. 
Masjid Al Ikhlas, Borobudur
Setiba di sekitar pintu masuk ke area parkir candi (Jl. Balaputradewa), sesuai dengan panduan/artikel yang kami pelajari sebelumnya di website, kami belok kanan menuju Jl. Medang Kamulan untuk masuk ke area Punthuk Setumbu lewat akses Restoran Plataran. Saat itu kami tak menjumpai sepotong informasi pun mengenai lokasi apa yang harus di-tag untuk menuju spot ini. Jadilah kami hanya mengira-ngira saja lewat google maps. Patokan kami saat itu hanyalah bahwa kami harus belok kiri di sekitar Masjid Al Ikhlas. Tetapi tepatnya di jalan yang mana kami benar-benar blank.
Sebelum tiba di Masjid Al Ikhlas, kami sebenarnya mendapati jalan ke arah kiri. Sempat menduga-duga apakah jalan ini tepatnya... tapi karena jalannya kecil kami jadi agak ragu. Kami putuskan untuk berhenti dulu di Masjid Al Ikhlas di tepi kiri jalan, istirahat/shalat duha, dan bertanya pada pemilik warung di pelataran masjid. Jawabannya ternyata betul kami harus masuk di jalan kecil tadi.
Tepat saat masuk ke jalan kecil itu, kami berpapasan dengan mobil ber-plat B lain yang juga tampak kebingungan. Kami memberitahu bahwa Punthuk Setumbu benar masuk via jalan itu. Di mulut jalan ada seorang pemuda bersepeda motor yang menawarkan jasa mengantar wisatawan hingga ke puncak Setumbu. Menurutnya lokasi Punthuk Setumbu belum ada tagging-nya di google maps, dan rutenya sempit serta berkelok... agak sulit bagi yang belum tahu untuk sampai ke sana. Namun karena dari artikel web kami berkesimpulan bahwa rutenya sih sebenarnya tidak begitu sulit, maka kami menolak tawaran pemuda itu.  Akibatnya, kami juga tidak tahu berapa tarif yang dipatok untuk jasa antar ini. Ternyata.... benar sih bahwa rute jalan desa ke puncak itu agak membingungkan. Mengandalkan informasi dari web dan sempat 2 kali bertanya pada penduduk setempat, alhamdulillah kami tiba juga di lokasi. Butuh hampir 2 jam berkendara dari rumah kami di Jogja sampai parkiran Setumbu (termasuk berhenti di Al Ikhlas dan bertanya-tanya arah ke penduduk).
Rute dari akses jalan Jogja-Magelang di dekat Borobudur yang kami ambil ketika itu adalah seperti gambar di bawah :

Belakangan kami menyadari bahwa setidaknya terdapat 3 opsi rute ke Setumbu yang semua sebenarnya mengarah ke posisi tagging 'Masjid Baitul Muttaqin Karangrejo' (gambar di bawah). Bagi Anda yang hendak menuju Punthuk Setumbu kami sarankan men-tag posisi Masjid Baitul Muttaqin Karangrejo ini saja sebagai tujuan di google maps, in sya Allah pasti akan diarahkan langsung ke sini, tak perlu meraba-raba arah lagi seperti kami saat itu.
Tapi walaupun ada 3 rute, kami hanya merekomendasikan pilihan opsi yang kami pernah lalui dan kami yakin bisa dilewati mobil yaitu opsi via Jl. Medang Kamulan dan via Jl. Ngadiharjo. Opsi rute selain 2 ini kami tidak tahu apakah nyaman dilalui atau tidak.

Rute paling nyaman sebenarnya via Jl. Borobudur-Ngadiharjo (arah Hotel Manohara). Pada peta di atas tampak bahwa berlawanan dengan rute via Medang Kamulan yang ketika itu kami ambil, rute via Manohara ini mengarah ke selatan dulu, lalu belok kanan langsung mengarah ke Setumbu via Jl. Borobudur-Ngadiharjo. Saat pulang dari Punthuk kami mengambil rute yang melewati area belakang Restoran Plataran ini. Memang kondisi keseluruhan jalannya relatif lebih mulus dan lebar dibanding rute Medang Kamulan.
Foto Baitul Muttaqin dari google maps tampak di sebelah kanan atas. Dari jalan hanya akan tampak kubah masjidnya saja. Terlihat area parkir kendaraan yang cukup luas untuk memutar mobil jika diperlukan.

Kondisi medan jalan menjelang lokasi Baitul Muttaqin adalah seperti foto di bawah (sumber foto : streetview google maps). Masjid ada si sisi kiri jalan, sementara belokan ke kanan ke Punthuk berada tepat sebelum masjid. Sebenarnya ada plang penunjuk arah ke Punthuk yang sayangnya agak kecil sehingga mungkin luput dari perhatian. Tapi kita selalu bisa memutar kendaraan di area Baitul Muttaqin. Bagi Anda yang ingin berburu sunrise di sini pun bisa shalat subuh di masjid ini dulu karena jarak dari pertigaan ini ke parkiran Punthuk sudah tidak jauh lagi.
Ketika itu pun kami harus berhenti di masjid dan bertanya arah pada penduduk. Setelah memutar mobil dan akan masuk ke jalan menuju Punthuk, kami lagi-lagi berpapasan dengan mobil plat B yang juga tampak kebingungan (belakangan kami ketahui mobil itu dari Depok). Kami memberi tahu arah ke Punthuk, lalu kedua mobil kami beriringan naik ke parkiran Punthuk yang berada di ketinggian bukit. Tampaknya hal penunjuk arah memang masih perlu ditingkatkan lagi di sini...

Kondisi jalan cor berkontur menanjak ke arah Punthuk ini cukup lah untuk 2 mobil berpapasan. Tak terlalu jauh kami diarahkan oleh petugas Punthuk (mungkin Pokdarwis setempat) untuk masuk ke kantung parkir di sebelah kanan jalan yang sebenarnya halaman rumah penduduk. Kapasitas kantung parkir ini kami perkirakan max 6 mobil. Kami sempat berbincang sejenak dengan pengunjung dari Depok yang baru kami kenal tadi sambil berjalan santai ke pintu masuk Punthuk di atas.
Foto di sebelah kanan menunjukkan situasi di sini. Kami datang dari bawah (lokasi Baitul Muttaqin), lalu masuk ke kantung parkir di sebelah kanan jalan. Kemudian kita harus jalan kaki lagi sedikit ke atas.
Sebenarnya lokasi parkir Punthuk berada di atas sini (dekat loket). Namun saat itu jalan ke atas ini sedang dicor - tampaknya perbaikan - sehingga mobil tidak bisa terus ke atas.
Loket Punthuk ada di sebelah kanan pintu masuk. Harga tiket di sini adalah Rp. 15.000/orang. Tampak beberapa warung di mana kita bisa jajan makanan ringan/gorengan, mie rebus, hingga nasi sayur ditemani kopi, teh, atau jahe hangat. Warung-warung ini tentunya sangat berguna saat kita datang untuk berburu sunrise di pagi buta, saat udara cukup dingin. Kita pun bisa menunaikan shalat subuh di sini. Warung nasi Omahe Mbah Egrang (foto di sebelah kiri atas) adalah salah satu warung terbesar yang kami jumpai di seputaran pintu masuk Punthuk, namun ketika itu kami tidak mencobanya.

Suasana seputaran pintu masuk Punthuk adalah seperti foto di bawah. Pintu masuk berupa gapura tampak mengarah ke susunan tangga naik ke puncak bukit. Hadeuh... siap-siap hiking lagi nih...

Loket tiket berada tepat di muka gapura masuk (foto kiri bawah). Terdapat pula artikel menarik tentang filosofi tingkatan tangga naik ke puncak Punthuk yang dianalogikan dengan level kamadhatu, rupadhatu, dan arupadhatu-nya Candi Borobudur ternama (foto kanan bawah).

Dan... hiking pun dimulai. Naik-naik ke puncak bukit, tinggi-tinggi sekali... Tak perlu tergesa naik ke atas, santai saja agar kaki tidak lekas pegal. Jarak ke atas sebenarnya hanya sekitar 300m, tetapi karena konturnya mendaki dengan sudut kemiringan cukup terjal di beberapa bagian (foto sebelah kiri), kami butuh tak kurang dari 20 menit untuk sampai ke puncak (termasuk beberapa kali berhenti untuk istirahat sejenak).
Putra kami si santri pondok sih sebenarnya bisa melibas trek menanjak ini dengan cepat. Tapi dia harus menunggu kami yang naik perlahan-lahan...
Pengelola Punthuk menyediakan beberapa teras/dataran di trek tangga naik ini untuk tempat istirahat pengunjung. Di sepanjang trek ini tersedia beberapa warung kecil yang menjual jajanan hingga suvenir. Kita juga bisa duduk sejenak di tempat ini jika mau. Kami pun melihat toilet tersedia di trek ini.
Selain fasilitas dasar di atas, terdapat pula beberapa gardu/menara pandang yang dapat digunakan untuk melihat sunrise di sepanjang trek naik ini. Contohnya adalah Rumah Pohon Batang Jati Sunrise (foto sebelah kanan atas).
Vas kotak bunga dekorasi meja/lemari, detil klik di sini...
Gardu pandang ini berupa konstruksi tangga dan pelataran dari gabungan kayu dan bambu. Suami kami sempat naik ke atas, sementara untuk wanita sih sepertinya agak khawatir...
Siluet Borobudur sudah terlihat sebenarnya dari pelataran pandang ini. Menurutnya konstruksi gardu pandang ini cukup kuat meskipun material penyusunnya terlihat tipis dan agak ringkih. Namun sebaiknya jumlah pengunjung yang naik berbarengan sangat dibatasi.

Akhirnya.... setelah cukup ngos-ngosan kami tiba juga di puncak Punthuk Setumbu. Namun penat selama perjalanan ke atas ini niscaya akan terbayar kontan oleh indahnya pemandangan yang tersaji di depan mata.
Foto di bawah menunjukkan pelataran berlantai beton yang sudah dibuat permanen, aman, dan nyaman oleh pengelola.
Pelataran kokoh yang tampaknya sengaja didesain memiliki bukaan pandang utama ke arah timur (arah Borobudur dan matahari terbit) ini sangat luas, amat memadai untuk menampung banyak wisatawan yang mungkin memadati Punthuk Setumbu saat menanti sunrise.

Tepat di sebelah kanan ujung atas tangga naik pada pelataran ini terdapat sebuah saung multi fungsi (foto sebelah kanan). Saat kami tiba di sini pengunjung memang hanya ada beberapa, sehingga pelataran pandang yang luas ini tampak lengang.
Sosok Borobudur terlihat di kejauhan sisi timur pelataran. Jika ditarik garis lurus, jaraknya kami perhitungkan sekitar 3 km. Stupa paling atas Borobudur dan sebagian pucuk-pucuk bangunan bagian atasnya tampak menyembul dari rerimbunan vegetasi.
Borobudur memang terlihat kecil saja dari Punthuk Setumbu. Namun hal itu justru memperkuat keindahan keseluruhan panorama dari ketinggian ini.
Dari beberapa tempat terlihat kepulan asap tipis yang kemungkinan berasal dari aktivitas warga. Menjelang siang itu tidak terlihat kabut memang, sementara setelah sunrise - dari foto-foto yang pernah kami saksikan - kabut biasanya cukup tebal menyelimuti kawasan itu.

Dari Punthuk Setumbu kita juga bisa melihat pucuk-pucuk mahkota bangunan Gereja Ayam di Bukit Rhema yang berjarak sekitar 300m ke arah timur Punthuk (kami lingkari oranye pada foto di bawah). Memang tidak terlihat di foto, namun dari pelataran ini kita sebenarnya masih bisa melihat sosok beberapa pengunjung yang naik dan berfoto-foto di dasar mahkota Gereja Ayam tersebut.
Bagi para petualang, terdapat trek hiking dari Punthuk Setumbu ke Bukit Rhema yang walaupun hanya berjarak 300-an meter, tetapi menguras tenaga karena jalurnya masih sangat alami dan berkontur cukup curam.

Beberapa teman berkata bahwa sunrise Borobudur terlihat lebih indah dari puncak Gereja Ayam ini. Masuk akal sih menurut kami karena sosok Borobudur akan terlihat sedikit lebih besar dari Bukit Rhema dibandingkan dari Punthuk sehingga siluet candi ini akan tampak lebih menonjol pula. Sementara lingkungan sekitar Borobudur akan sama cantiknya seperti pandangan dari Punthuk Setumbu.

Dari pelataran Punthuk, jika kita berjalan terus ke sisi terjauh di arah selatan, pengelola telah menyediakan beberapa anjungan untuk berfoto. Terdapat pula sebuah ayunan (foto di bawah).

Anjungan foto ini tampak digarap dengan serius. Konstruksinya rapi dan kuat, terbuat dari panel-panel besi yang dirakit dengan profesional. Warna-warninya pun oke punya. Pokoknya tidak ada kesan mengkhawatirkan deh. Begitu pun tetap saja disarankan untuk bergantian ketika berfoto agar tertib dan menghindari beban berlebih.
Jualan utama Punthuk Setumbu menurut kami memang Borobudur Sunrise-nya. Tetapi ajang berfoto/selfie di ketinggian anjungan-anjungan ini juga sangat layak dijual, mengingat maraknya media sosial dan instagram yang menyuburkan spot-spot wisata bergenre spot foto/selfie di tanah air.
Spending masyarakat kita untuk hal leisure memang terus naik. Sangat jeli memang pengelola Punthuk Setumbu menangkap kebutuhan masyarakat ini dengan menjual anjungan foto mereka dengan tetap mengedepankan aspek keselamatan dan keamanan bagi pengunjung.







Kami mendapati bahwa mengambil foto di anjungan menjelang tengah hari seperti saat itu ternyata cukup tricky. Matahari masih cenderung berada di belakang objek foto sehingga mau tak mau kita harus agak menantang arah cahaya. Konsekuensinya wajah objek cenderung tampak gelap. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah posisi matahari yang nyaris berada tepat di atas kepala membuat langit cenderung terlihat putih/pucat, dan kondisi pencahayaan agak overexposed.
Kemungkinan sih, berfoto di anjungan ini saat sore hari akan lebih mudah mengingat matahari sdah berada di hadapan objek, dan langit cenderung tampil lebih biru.
Set bunga balon & cangkir, detil klik di sini...
Kami berada di pelataran Punthuk Setumbu hingga sekitar tengah hari. Matahari bersinar terik ketika itu, meski awan tebal tampak mulai menutupi langit. Turun ke arah parkiran mobil menjadi satu tantangan tersendiri, karena sering kali menuruni tangga terasa lebih berat di kedua kaki ketimbang saat naik. Alhamdulillah si anak pondok terlihat masih fit. Pada foto di sebelah kanan ia sempat-sempatnya menggendong adiknya yang sudah menyerah. Butuh sekitar 20 menit juga seperti saat naik untuk mencapai pintu keluar Punthuk.
Saat itu kami memang sudah merencanakan untuk makan siang di Jejamuran, Jogjakarta, sehingga kami sama sekali tidak mencari opsi tempat makan di seputaran Punthuk atau Borobudur.
Rute pulang sama persis dengan rute berangkat. Namun antrian lampu merah di pertigaan Jl. Soekarno-Hatta dengan Jl. Magelang siang itu sudah jauh lebih panjang daripada pagi harinya. Hujan lebat mengguyur bumi menjelang masuk ke Muntilan. Kami tersendat cukup lama di sana, ternyata karena sedang ada pengerjaan jalan di sekitar jalan masuk ke RSUD Muntilan. Namun selepas titik itu lalu lintas cukup lancar hingga masuk ke kota Jogjakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar